Langsung ke konten utama
http://www.koranopini.com/berita-2/ragam/senidanbudaya/item/1964-melayang-bareng-levitasi-hore-jogja
(copass)

Salah satu rumpun Levitasi, Levitasi Hore (LH) terdapat di Indonesia. Berpusat di Jakarta dengan cabang/ regional Medan, Makasar, Yogyakarta, Bandung, Malang dan lain-lain. Khusus komunitas Levitasi Hore Jogja didirikan oleh Barizal dkk di Kafe Semesta tahun 2011.

Levitasi Hore sangat cocok bagi kamu yang suka kongkow, atau sekadar melepas penat bejubel tugas kuliah dan kerjaan. Di sini kamu bisa menemukan keluarga, sharing dan relasi bisnis baru.

Menginjak usia ke dua tahunnya, Levitasi Jogja semakin padat dengan agenda. Menurut Humas Levitasi Hore Jogja, Asabo. Levitasi Hore Jogja mempunyai tiga kegiatan utama seperti Kopdar setiap Jumat malam, foto walk dan klinik foto serta project.

“Kopdar tempat ngumpul teman-teman levitasi yang di twitter dan facebook. Kalau foto walk dibarengin sama klinik foto, kita kayak hunting foto bareng, dulu pernah ke Taman Sari”, kata Asabo.

Untuk kegiatan project khusus ajang member levitasi unjuk gigi. Karya member levitasi di pemerkan, diparesiasi dan dokumentasi pribadi.

“Salah satu project yang udah dilakuin, kita ngambil tema ‘Gatutkaca Nggolet Konco’, kita benar-benar nyari property, kostum untuk itu, alhamdulilah project mendapat apresiasi baik dari pusat”, tambah Asabo.

Teknik Foto Levitasi
Ada dua teknik foto Levitasi pertama lompat biasa dan kedua editing photoshop trik. Penggunaan teknik disesuaikan dengan konsep foto. Beberapa trik foto Levitasi :
1.    Foto lompat biasa misalnya, butuh chemistry antara model dan fotografer. Bagi si model lompatannya juga ‘bercerita’ tidak asal lompat. Misal lompat dengan memegang bunga.
2.    Editing photoshop trik, di sesuaikan dengan kondisi dan tema. Sifatnya mempemudah model dan waktu fleksibel. Misal foto pre-wedding. Kondisi model cewek dengan hingh heel diantisipasi dengan teknik ini.  Dibutuhkan alat lebih tripod, kita butuh dua layar foto. Kita memfoto dengan dua frame yang sama. Pertama foto bacground kosong. Foto kedua model duduk. Lalu digabung dan kursinya di hapus.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pagi, Bude dan Kesepian..

Pagi ini tetanggaku beramai-ramai mengunjungi rumah Bude. Anak Bude dari Jepang telah pulang. Para tetangga bersilaturahim kepadanya. Ibu dan bapaku pun kesana. Ibuku sangat senang mendapat oleh-oleh dari Jepang. Aku dibagikannya, bagiku plastik tulisan huruf Jepang ini sama saja dengan jajanan di Indonesia. Ya, cuma beda merk. Terlepas dari jajanan itu, satu pemandangan kontras, mendadak rumah yang biasa sepi menjadi ramai. Bude menghuni rumah dengan suaminya Pakde. Keduanya sudah lanjut usia. Bahkan Pakde sudah pikun. Setiap harinya rumah Bude seperti rumah kosong. Tapi tidak untuk saat ini, keceriaan tengah menyelimuti keluarga Bude. Anak kesayangannya telah pulang.

pra-judul

Yogyakarta, 11 November 2005..... Bagi kebanyakan orang, bertambahnya usia adalah moment yang membahagiakan, berpesta ria merayakan dengan sanak saudara ataupun teman-teman. Tetapi tidak halnya denganku, menginjak usia 20 tahun ini aku semakin kerdil menghadapi dunia. Usia 20 tahun bagi kebanyakan orang, peralihan dari remaja ke dewasa tetapi sekali lagi aku menyanggahnya. Bagiku usia hanyalah deretan angka yang tiap tahunnya justru menambah penderitaanku. Aku tak merasakan arti kebahagiaan dalam bingkai 20 tahun usiaku. Tetap saja aku merasa Tuhan tidak adil. Di angka 20 tahun ini, bagiku lebih menjadi saksi bisuku. Betapa selama kurun waktu itu ibu meniggalkanku hingga aku bergelut sendiri meraba kelam kehidupan, menahan dingin kesunyian,   dan gemetar setiap kali malam-malam merambat-aku hanya menggigil sepi tanpa pelukan seorang ibu. Dan malam ini aku harus membuka lagi luka lamaku, walaupun begitu menyesakkanku, aku tetap lirih melatunkan salam cintaku dalam lantu...

Masjidnya megah tapi...

Satu hal yang aku cari dari setiap perjalanan adalah masjid. Entah saat mengendarai sepeda motor atau naik bus umum. Aku akan melirik kanan kari, bila yang ku lirik masjid. Pandanganku tertahan menatap menaranya, gaya arsitekturnya dan suasananya. Gaya arsitektur masjid sesuai dengan masyarakat setempat. Misal masjid kota, terletak di alun-alun kota bentuk dan ukuran bisa megah, besar, adesoris kakigrafi dan lekat simbol Islam lainnya. Semakin ke tepi, masjid bisa dihitung dengan jari. Yang banyak musola-musola kecil perkampungan. Bila daerah kota, arsitekturnya bagus, ke tepi lagi musola bangunan biasa. Kadang sampai tidak terawat. Tapi sejauh pengamatanku masjid dan musola tumbuh subur di masyarakat. Bisa dikatakan selisih jarak antar satu masjid dengan musola tidak ebih dari 400 Meter. Ini penghitungan perkampungan normal. Sayangnya kuantitas jumlah masjid berbanding terbalik degan jumlah jamaahnya. Kalau sholat berjamaah, makmum palig banyak satu larik shof sholat. Palin...