Langsung ke konten utama

Kita (bisa) selamatkan Rita!!


 Sang pahlawan devisa dalam bahaya!!Apa yang dituntut kawan TKI sederhana,“ Kalian merelakan kami pergi, kalian menanti jatuhnya dolar dari keringat kami, hanya satu permintaan kami, lindungi kami,’..............­...haruskah Rita Krisdiyanti menggenapi luka kami yang abadi...




Setiap kali Tenaga Kerja Indonesia bermasalah, saat itu juga tulisan tentangnya bermunculan membanjiri media massa maupun sosial media.

Setiapkali itu juga netizen ramai membicangkan, namun selepas sebulan koar-koar netizen menghilang seiring meredupnya pemberitaan media.

Sudah menjadi rahasia atau mungkin seolah dirahasiakan umum. PermasalahanTKI hingga saat ini belum selesai, justru semakin rumit. Ibarat fenomena gunung esyang hanya nampak di puncaknya saja.

Namun akar masalahnya sesungguhnya belum dituntaskan dan cenderung diabaikan.

Salah satu permasalahan yang kini menyita perhatian publik, soal kasus Rita Krisdiyanti. Perempuan asal Ponorogo tersebut terancam hukuman mati dari vonis pengadilan Penang, Malaysia.

Pemerintah mengklaim telah mengirimkan bantuan hukum untuk Rita. Sebisa mungkin pemerintah mengajukan banding terhadap vonis mati Rita. Langkah konkret ini diharapkan dapat menyelamatkan Rita dari maut.

Meski demikian pemerintah harus melakukan pengawalan ketat terhadap kasus Rita. Upaya Diplomasi-diplomasi tingkat tinggi serta merta dilakukan untuk menyelamatkan Rita.

Pasalnya penyelamatan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri menjadi tanggung jawab mutlak dari pemerintah.

Penulis optimis pemerintah mampu menyelamatkan Rita. Bila pemerintah mempunyai ketegasan dan komitmen yang kuat.

Sebagaimana komitmen pemerintah Filipina menyelamatkan Mari Jane.

Sekilas kasus Rita ini mirip dengan kasus Mari Jane asal Filipina. Mari Jane divonis mati pemerintah Indonesia karena tertangkap membawa narkoba. Namun hukuman mati akhirnya diurungkan lantaran bukti Mari Jane hanya sebagai kurir. Mari Jane tak lebih dari korban perdagangan manusia.

Atas fakta inilah, setidaknya mampu menjadi bukti menolong Rita. Bukti tesebut jelas menegaskan Rita hanyalah korban human traficking.

Tapi semua kembali kepada komitmen pemerintah Indonesia. Sejauh mana komitmen pemerintah peduli terhadap nasib Rita ?

Cilacap, 3 Juni 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pagi, Bude dan Kesepian..

Pagi ini tetanggaku beramai-ramai mengunjungi rumah Bude. Anak Bude dari Jepang telah pulang. Para tetangga bersilaturahim kepadanya. Ibu dan bapaku pun kesana. Ibuku sangat senang mendapat oleh-oleh dari Jepang. Aku dibagikannya, bagiku plastik tulisan huruf Jepang ini sama saja dengan jajanan di Indonesia. Ya, cuma beda merk. Terlepas dari jajanan itu, satu pemandangan kontras, mendadak rumah yang biasa sepi menjadi ramai. Bude menghuni rumah dengan suaminya Pakde. Keduanya sudah lanjut usia. Bahkan Pakde sudah pikun. Setiap harinya rumah Bude seperti rumah kosong. Tapi tidak untuk saat ini, keceriaan tengah menyelimuti keluarga Bude. Anak kesayangannya telah pulang.

pra-judul

Yogyakarta, 11 November 2005..... Bagi kebanyakan orang, bertambahnya usia adalah moment yang membahagiakan, berpesta ria merayakan dengan sanak saudara ataupun teman-teman. Tetapi tidak halnya denganku, menginjak usia 20 tahun ini aku semakin kerdil menghadapi dunia. Usia 20 tahun bagi kebanyakan orang, peralihan dari remaja ke dewasa tetapi sekali lagi aku menyanggahnya. Bagiku usia hanyalah deretan angka yang tiap tahunnya justru menambah penderitaanku. Aku tak merasakan arti kebahagiaan dalam bingkai 20 tahun usiaku. Tetap saja aku merasa Tuhan tidak adil. Di angka 20 tahun ini, bagiku lebih menjadi saksi bisuku. Betapa selama kurun waktu itu ibu meniggalkanku hingga aku bergelut sendiri meraba kelam kehidupan, menahan dingin kesunyian,   dan gemetar setiap kali malam-malam merambat-aku hanya menggigil sepi tanpa pelukan seorang ibu. Dan malam ini aku harus membuka lagi luka lamaku, walaupun begitu menyesakkanku, aku tetap lirih melatunkan salam cintaku dalam lantu...

Masjidnya megah tapi...

Satu hal yang aku cari dari setiap perjalanan adalah masjid. Entah saat mengendarai sepeda motor atau naik bus umum. Aku akan melirik kanan kari, bila yang ku lirik masjid. Pandanganku tertahan menatap menaranya, gaya arsitekturnya dan suasananya. Gaya arsitektur masjid sesuai dengan masyarakat setempat. Misal masjid kota, terletak di alun-alun kota bentuk dan ukuran bisa megah, besar, adesoris kakigrafi dan lekat simbol Islam lainnya. Semakin ke tepi, masjid bisa dihitung dengan jari. Yang banyak musola-musola kecil perkampungan. Bila daerah kota, arsitekturnya bagus, ke tepi lagi musola bangunan biasa. Kadang sampai tidak terawat. Tapi sejauh pengamatanku masjid dan musola tumbuh subur di masyarakat. Bisa dikatakan selisih jarak antar satu masjid dengan musola tidak ebih dari 400 Meter. Ini penghitungan perkampungan normal. Sayangnya kuantitas jumlah masjid berbanding terbalik degan jumlah jamaahnya. Kalau sholat berjamaah, makmum palig banyak satu larik shof sholat. Palin...