Refleksi Ramadhan
Ketika Ramadhan tasbih alam terasa lebih syahdu memuji Dzat yang Maha Agung. angin yang bertasbih melambai pelan menyalami ranting-ranting daun basah kala fajar.
Jika manusia mampu mendengar, sekiranya mereka akan takjub mendengar simfoni lantunan dzikir semesta yang begitu merdu. Subhanallah.
Adakalanya dzikir semesta diiringi dengan lantunan kalam ilahi yang dibacakan di masjid dan surau-surau.
Suasan langit begitu teduh dan Bumi begitu hikmat mengikuti tasbih mahluk bumi.
Namun keadaan indah ini, tak berlangsung lama. Tak terasa waktu mengantarkan Ramadhan sampai pertengahan perjalanan. Setengah bulan lagi Ramadhan akan berlalu.
Begitulah waktu, terasa cepat berlalu tanpa kita sadari. Ramadhan yang dinanti-nanti akan pergi. Dan berganti bulan yang baru.
Setelah separuh perjalanan ini Ramadhan telah menancapkan beragam kesan kepada kita. Ada yang 'ngrupyuk' menyambut Ramadhan. Segenap jiwa raganya dicurahkan untuk beribadah di bulan Ramadhan, lalu ada juga yang menjumpai Ramadhan seadanya. Tidak ada persiapan spesial. Mereka menjalankan ibadah ala kadarnya. Tanpa mengharap progres diri secara maksimal.
Di lain sisi, ada yang melewatkan Ramadhan begitu saja. Mereka mengetahui kewajiban puasa di Ramadhan namun tidak melaksanakan ibadah tersebut.
Ketiga golongan tersebut berakar dari pemaknaan dan pengamalan dari surat Al Baqarah : 183 yang berbeda-beda.
Penekanan pada ayat tersebut pada seruan "Hai orang-orang yang beriman ....."
Sapaan Allah dalam firmannya menyebut orang-orang yang beriman. Tentu, orang mukmin yang merasa terpanggil akan melaksanakan perintah puasa tersebut. Sementara level iman setiap mukmin berbeda-beda.
Hal ini yang menjadi titik tolak perbedaan giat tidaknya si fulan atau fulanah beribadah di bulan Ramadhan. Seperti yang kita tahu, selain ibadah puasa wajib Allah telah melipatgandakan pahala ibadah lainnya. Seperti shalat, dzikir, sedekah, zakat, bahkan tidur di waktu puasa mendapat pahala.
Mukmin yang 'grupyuk' ini tentu akan lebih menghiasi hari-harinya dengan ibadah pendukung lainnya. Bentuk ibadah ini terlihat dari kuantitas ibadahnya secara lahir lebih rajin dari tipe dua dan tiga.
Jika ditanya kesan Ramadha pada tiga tipe ini jawabannya luar biasa, biasa, atau sama saja dengan bulan lainnya.
Lantas, ketika muncul kelakar dari seseorang. "Ramadhan kali ini biasa ya, tidak seramai tahun lalu ?"
Jawabannya kembali pada hati setiap muslim. Bagaimana dia memposisikan diri di bulan Ramadhan. Apakah berada di tipe satu, dua atau tiga?
Mari kita bermuhasabah bertanya pada sanubari, dimana kita letakan Ramadhan? Apakah dalam hati yang penuh kecintaan atau bukan?
Di sisa 13 hari terakhir ini, adalah masa-masa terbaik di bulan Ramadhan. Teruslah perbaiki kualitas diri. Sibukan dengan ibadah. Larutkan jiwa dalam ratap dan doa padaNya.
Hingga kita menemui masa pamungkas Ramadhan yakni Lailatul Qadr " Malam yang lebih baik dari seribu bulan ".
Semoga kita mampu memanfaatkan Ramadhan untuk menggembleng diri kita. Hingga kita mampu mencapai derajat takwa, seperti yang dijanjikan pada surat Al-Baqarah :183. Aamiin.
21 Juni 2016.
Komentar
Posting Komentar