Langit hari ini sangat cerah, Sinar mentari yang hangat memantik semangat orang-orang desa memulai aktivitas. Mereka yang bermata pencaharian petani, telah sejak Shubuh berada di sawah. Bulan Maret awal musim tanam padi.
Desa yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah ini merupakan desa penghasil padi. Mayoritas masyarakat mencari nafkah dari bercocok tanam. Sisanya bekerja sebagai PNS dan pedagang.
Lambat laun prosentase petani di desa semakin menurun, lantaran tidak ada regenerasi. Salah satu faktor penyebabnya karena dampak globalisasi.
Laju globalisasi turut berimbas pada warga desa. Warga desa berduyun-duyun merantau di kota. Terutama para pemudanya.
Pemuda belasan tahun, sekitar 17an lulusan SMA, pergi ke kota. Entah untuk tugas belajar maupun bekerja. Kebanyakan dari Mereka menyasar Jakarta sebagai tempat perburuan nasib.
Bila ingin lebih mujur mereka mengadu nasib di Kalimantan, Sumatera bahkan keluar negeri.
Fenomena urbanisasi hingga migrasi penduduk seperti ini merupakan hal yang lumrah. Desakan faktor ekonomi maupun pendidikan menjadi pemicu utama.
Tanpa disadari berbondong-bondongnya pemuda yang keluar dari mengganggu produksi pertanian. Produksi pertanian bertumpu pada manula.
Bisa dilihat di desa x proses penananan hingga panen padi dilakukan oleh orang tua.
Penulis sempat mendengar keluhan salah seorang buruh tani, " Nyari orang buat daut (tahapan tanam padi) padi sekarang sudah ga ada orang. Saya suruh sendiri ga kuat," keluh ibu tua itu.
Bagi penulis keadaan berkurangnya petani di desa x sangat berbahaya. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya jumlah lahan pertanian. Bila terus menerus terjadi akan meruntuhkan basis produksi desa x. Sekaligus menumbuhkan sikap konsumtif masyarakat desa x.
Parahnya masalah yang terjadi di desa x juga terjadi di desa-desa lain. Akumulasi masalah ini bisa menjadi masalah nasional. Kestabilan Pasokan beras nasional terancam.
Desa yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah ini merupakan desa penghasil padi. Mayoritas masyarakat mencari nafkah dari bercocok tanam. Sisanya bekerja sebagai PNS dan pedagang.
Lambat laun prosentase petani di desa semakin menurun, lantaran tidak ada regenerasi. Salah satu faktor penyebabnya karena dampak globalisasi.
Laju globalisasi turut berimbas pada warga desa. Warga desa berduyun-duyun merantau di kota. Terutama para pemudanya.
Pemuda belasan tahun, sekitar 17an lulusan SMA, pergi ke kota. Entah untuk tugas belajar maupun bekerja. Kebanyakan dari Mereka menyasar Jakarta sebagai tempat perburuan nasib.
Bila ingin lebih mujur mereka mengadu nasib di Kalimantan, Sumatera bahkan keluar negeri.
Fenomena urbanisasi hingga migrasi penduduk seperti ini merupakan hal yang lumrah. Desakan faktor ekonomi maupun pendidikan menjadi pemicu utama.
Tanpa disadari berbondong-bondongnya pemuda yang keluar dari mengganggu produksi pertanian. Produksi pertanian bertumpu pada manula.
Bisa dilihat di desa x proses penananan hingga panen padi dilakukan oleh orang tua.
Penulis sempat mendengar keluhan salah seorang buruh tani, " Nyari orang buat daut (tahapan tanam padi) padi sekarang sudah ga ada orang. Saya suruh sendiri ga kuat," keluh ibu tua itu.
Bagi penulis keadaan berkurangnya petani di desa x sangat berbahaya. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya jumlah lahan pertanian. Bila terus menerus terjadi akan meruntuhkan basis produksi desa x. Sekaligus menumbuhkan sikap konsumtif masyarakat desa x.
Parahnya masalah yang terjadi di desa x juga terjadi di desa-desa lain. Akumulasi masalah ini bisa menjadi masalah nasional. Kestabilan Pasokan beras nasional terancam.
Komentar
Posting Komentar