Langsung ke konten utama

Seindah Tidurmu

Seindah Tidurmu

Sejak kau kecil hidupmu dipenuhi dongeng
putri dan pangeran
Denting kereta kencana
kuda jantan yang gagah,
Membawamu menemui sang pangeran
Kupu-kupu di halaman rumahmu
Berubah jadi dayang cantik
Selendang mereka mengaburkan matamu
Kenyataan berputar, ilusi
Agar kau bahagia meneguk gelas demi gelas
Kisah palsu itu

Khayalan indah memanjakan takdir,
Karena doa, tak direstui tuhan,
Kali ini tuhan lupa,
Membangunkanmu dari dengkur
Cilacap, 23 September 2016

Misteri Malam
Malam adalah kematian
Seribu malam adalah keabadian
Sepotong malam adalah keraguan
Seperti malam adalah ketiadaan
Dan malam?
Cilacap, 23 September 2016

Yang Abadi
Jangan lagi menangis untukku, sayang
Jalanku terbuka di balik fana
Pandanganmu, menampik angin menjemputku,

Aku pergi mencarimu,
Tuk masa depanku.
Kau yang tinggal di masa lalu, tenggelam dalam waktu,

aku mencarimu di sana.
Di masa, waktu tak lagi berdetak

Biar aku pergi menembus waktu,
Menebus rindumu-
Bercinta dengan cinta
Di tempat ruhku dan ruhmu
Terlepas dari jasad

Jangan menangis, sayangku..
Kesempurnaan cinta akan musnah
Lenyap..
Karena dunia hanya tempat rumput bergoyang
Cilacap, 23 September 2016

Belajar dari Katak

Jadilah setegar katak
Berjalan di malam hari dengan diam,
Sedang kerumunan semut terus mengejeknya
Tubuh bulat- melamun, ditilam murung
Dan pemalas, kata semut
Semut merasa diri paling hebat,
Semut-semut kecil gesit menerobos jaring-jaring rezeki
Tidak mengantung sepi, layaknya katak.

Tapi, tetaplah seperti katak
Bernyanyi riang, saat malam diam
Dia duduk di bawah sandal keheningan,
Yang dipakainya ketika menunggu rezeki-
Dan dia tahu benar arti sabar
Ketika rezeki bertamu ke mulutnya
Cilacap, 23 September 2016

Demi Air

Demi air yang mengalir di atasnya
Daun-daun menggigil karena basah
Kerutan kemarau, menyeka air mata
Daun dengan dahan, hampir terpisah
Cilacap, 23 September 2016

Tentag Angin

Seandainya tak ada angin
Lautan akan mati
Karena tak ada ombak
Saling berkejaran

Angin menepikan sunyi,
Jadi bunyi
Cilacap, 23 September 2016

Tentang Luka

Jangan menaruh hidup pada hidup
Karena mati merenggutnya
Tinggalkan hidup dalam mati
Dengan begitu kau tak merasa sakit
Meski luka mengalir tanpa darah
Cilacap, 23 September 2016


Dimuat di suaralidik.com




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pagi, Bude dan Kesepian..

Pagi ini tetanggaku beramai-ramai mengunjungi rumah Bude. Anak Bude dari Jepang telah pulang. Para tetangga bersilaturahim kepadanya. Ibu dan bapaku pun kesana. Ibuku sangat senang mendapat oleh-oleh dari Jepang. Aku dibagikannya, bagiku plastik tulisan huruf Jepang ini sama saja dengan jajanan di Indonesia. Ya, cuma beda merk. Terlepas dari jajanan itu, satu pemandangan kontras, mendadak rumah yang biasa sepi menjadi ramai. Bude menghuni rumah dengan suaminya Pakde. Keduanya sudah lanjut usia. Bahkan Pakde sudah pikun. Setiap harinya rumah Bude seperti rumah kosong. Tapi tidak untuk saat ini, keceriaan tengah menyelimuti keluarga Bude. Anak kesayangannya telah pulang.

pra-judul

Yogyakarta, 11 November 2005..... Bagi kebanyakan orang, bertambahnya usia adalah moment yang membahagiakan, berpesta ria merayakan dengan sanak saudara ataupun teman-teman. Tetapi tidak halnya denganku, menginjak usia 20 tahun ini aku semakin kerdil menghadapi dunia. Usia 20 tahun bagi kebanyakan orang, peralihan dari remaja ke dewasa tetapi sekali lagi aku menyanggahnya. Bagiku usia hanyalah deretan angka yang tiap tahunnya justru menambah penderitaanku. Aku tak merasakan arti kebahagiaan dalam bingkai 20 tahun usiaku. Tetap saja aku merasa Tuhan tidak adil. Di angka 20 tahun ini, bagiku lebih menjadi saksi bisuku. Betapa selama kurun waktu itu ibu meniggalkanku hingga aku bergelut sendiri meraba kelam kehidupan, menahan dingin kesunyian,   dan gemetar setiap kali malam-malam merambat-aku hanya menggigil sepi tanpa pelukan seorang ibu. Dan malam ini aku harus membuka lagi luka lamaku, walaupun begitu menyesakkanku, aku tetap lirih melatunkan salam cintaku dalam lantu...

Masjidnya megah tapi...

Satu hal yang aku cari dari setiap perjalanan adalah masjid. Entah saat mengendarai sepeda motor atau naik bus umum. Aku akan melirik kanan kari, bila yang ku lirik masjid. Pandanganku tertahan menatap menaranya, gaya arsitekturnya dan suasananya. Gaya arsitektur masjid sesuai dengan masyarakat setempat. Misal masjid kota, terletak di alun-alun kota bentuk dan ukuran bisa megah, besar, adesoris kakigrafi dan lekat simbol Islam lainnya. Semakin ke tepi, masjid bisa dihitung dengan jari. Yang banyak musola-musola kecil perkampungan. Bila daerah kota, arsitekturnya bagus, ke tepi lagi musola bangunan biasa. Kadang sampai tidak terawat. Tapi sejauh pengamatanku masjid dan musola tumbuh subur di masyarakat. Bisa dikatakan selisih jarak antar satu masjid dengan musola tidak ebih dari 400 Meter. Ini penghitungan perkampungan normal. Sayangnya kuantitas jumlah masjid berbanding terbalik degan jumlah jamaahnya. Kalau sholat berjamaah, makmum palig banyak satu larik shof sholat. Palin...