Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Puisi; Terima Kasih Guruku

(dimuat di www.edunews.id, pada 6 September 2016) Terima kasih Guruku Kini sudah 20 tahun lamanya, Sebuah perjalanan aku lalui, Meski baru sampai separuhnya, Namun telah ku temukan lautan kata-kata itu, Wasiatmu saat aku masih duduk di sekolah dasar, Masih saja ku ingat: “ pergilah nak, kejarlah mimpi setinggi bintang”, Dengan bodoh aku telusuri makna kata-katamu, Jauh ku langkahkan kaki, menyeberangi laut, mendaki bukit Meninggalkan diriku dari ladang- ladang dan sawahku, Langit di daerah rantau memang lebih biru adanya, Bagai kanvas putih, yang mewarnai hari-hariku dengan sejuta warna, :begitu indahnya menyelami mimpi dan mengecap manisnya. Tawa beliaku terukir di tembok salah satu universitas, Lembaran kertas, jadi jejak-jejak anak pantai naik kelas, Dengan mimpi bodoh itu, Aku beli kembali keceriaan yang tertunda di kampungku dulu, Kini saatnya aku pulang. Karena aku ingin mendekap hangatnya ombak lautan, Kampungku, Tempat dimana aku mengembalikan keri

Puisi rindu ; purnama semesta

Cahaya di atas Cahaya l. karena segala rupa bermula dari kata, kun fa yakun. jadi, jadilah. firman tuhan menyelimuti tujuh langit dan tujuh bumi. kedua tangan langit merangkul tubuh bumi yang kedinginan karena malam. malam ini seluruh kalam tuhan merias diri. wajah-wajah mereka berseri menyambut lahirnya purnama ke bumi. kau adalah bapak cahaya, sosok sempurna ciptaan sang kuasa. bintang-bintang di pelataran semesta menyalamimu, sementara penghuni bumi berebut menciumimu. dari desir gurun panas yang menyejukan jiwa. kau menatap cakrawala. tetumbuhan pasir kering merunduk hormat, setiap kau melangkahkan kaki. dalam gigil gelap dunia. kau arungi setiap hati yang mati. dibisikannya nama tuhan di telinga manusia layaknya lentera, kau menyalakan satu. lambat-lambat merembet menjadi sepuluh, seratus, seribu hingga tak terbilang, percikan-percikan api tauhid yang dipancarkan mebinasakan kelam peradaban itu, demi malam yang gelap gulita. zaman yang bercahaya telah beranak- ke se

Masjid di Kampung Ardan

            Salah satu tulisan yang dimuat di pewartanews.com Suatu kampung di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah memiliki satu masjid. Konon usia masjid itu sama dengan usia kampung tersebut. Sekitar 100 tahunan. Awal mulanya pendiri kampung itu keluarga kyai dari Banyumas. Mereka melarikan diri dari kejaran pemberontak hingga sampai kampung itu. Pada waktu itu merupakan masa pemberontakan Darul Islam Kartosuwiryo. Pemerintah saat itu menyisir semua wilayah Jawa Tengah yang diduga kuat basis DI. Seluruh penduduk di desa-desa diperiksa terutama penduduk yang memakai simbol agama. Masa itu menjadi masa-masa sulit bagi penduduk beridentitas muslim. Sementara sekeluarga kyai Banyumas itu berhasil meloloskan diri ke kampung terpencil itu. Mereka membuka hutan lalu mendirikan beberapa rumah dan masjid. Seiring berjalannya waktu, satu per satu orang menempati tempat itu. Mereka mendirikan perkampungan baru, Kayu Dukuh Asri dengan menjadikan masjid pusat ibadah. Seolah terle